Minggu, 24 Juli 2016

Tak Putus Dirundung Longsor : Faktor Ekonomi Yang Luput dalam Mitigasi Bencana Longsor Purworejo

Bencana alam melanda sejumlah desa di Kabupaten Purworejo pada Sabtu, 18 April 2016. Hujan yang mengguyur sangat deras sejak siang hari menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir di berbagai tempat. Sekitar 43 orang dinyatakan tewas/hilang, beberapa korban luka, puluhan rumah rusak atau hancur, dan kerugian puluhan miliar rupiah.

Gambar 1. Longsor di Desa Donorati
Longsor terjadi di beberapa desa, antara lain di Desa Pacekelan, Sidomulyo, Donorati (ketiganya di Kecamatan Purworejo), Jelok (Kaligesing), dan Krangrejo (Loano). Pada kesempatatan kali ini, saya hanya akan membahas longsor di Donorati dan Karangrejo, karena merupakan kampung halaman saya dan masih di jalur perbukitan yang sama. Ada 4 titik longsor besar di sepanjang jalur Purworejo – Caok – Donorati – Sudimoro. Kriteria “besar” versi saya disini adalah tanah longsor setidaknya sampai menutupi jalan dan memutus akses transportasi. Masih ada beberapa titik longsor kecil yang tidak sampai merusak jalan atau menimbulkan kerugian lain selain tanah dan pohon-pohon yang hanyut terbawa longsor. Adapun rincian  titik-titik longsor besar adalah sebagai berikut:

1.    Dusun Caok Kulon, Desa Karangrejo, Kecamatan Loano
Lokasi GPS    : @-7.689386,110.046662
Korban Jiwa        : 17 orang ditemukan meninggal dan 1 orang luka-luka.
Kerugian        : 4 rumah tertimbun, 1 buah truk dan 13 motor tertimbun.
Kronologi       : Selepas magrib, terdapat longsoran kecil yang menutupi sebagian badan jalan. Sebuah truk yang hendak melintas tertahan material longsor sehingga sopir dan kernet berinisiatif membersihkan material longsor. Sementara itu, beberapa pemotor, yang pada umumnya sedang pulang kerja, terpaksa berhenti di belakang truk karena jalan terhalang truk dan material longsor. Sebagian besar ikut membantu membersihkan material longsor. Tiba-tiba longsor yang jauh lebih besar menghantam mereka beserta truk dan motornya. Korban longsor di sini bukan hanya penduduk setempat, tetapi juga dari desa-desa lain seperti Donorati, Tlogorejo, Sudimoro, dan Remun.
Gambar 2. Lokasi Caok Kulon Sebelum Longsor (Courtesy: Google Street View)
Gambar 3. Lokasi Caok Kulon Sesudah Longsor 
Gambar 4. Lokasi Caok Kulon Sebelum Longsor (Courtesy: Google Street View)

Gambar 5. Lokasi Caok Kulon Sesudah Longsor 


Minggu, 10 Juli 2016

Surat Terbuka untuk BPJS Kesehatan : Mengapa Orang Miskin (masih) Dilarang Sakit?

Kepada Yth:
1. Jajaran Direksi BPJS Kesehatan Republik Indonesia
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
3. Segenap Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia beserta para anggota,
 khususnya Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan)
4. Presiden Republik Indonesia

Bapak/Ibu yang terhormat. Pada saat peluncuran program BPJS Kesehatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (saat itu) mengatakan bahwa tujuan utama program ini adalah agar tidak ada lagi orang miskin yang ditolak atau diusir dari rumah sakit karena ketiadaan biaya. Akan tetapi, dalam praktiknya saat ini tujuan mulia tersebut belum terlaksana. Penolakan dan pengusiran rumah sakit kepada pasien miskin masih sering menghiasi headline media massa kita. Salah seorang rekan kami, peserta BPJS Kesehatan, pun mengalami hal yang demikian, bahkan hingga ajal menjemputnya. Perkenankanlah kami paparkan lika-liku lengkapnya sebagai berikut.

---****---

Sejak akhir Maret 2016, salah seorang rekan kerja kami yang berinisial AS sering mengeluh kurang enak badan, kepala pusing, dan mudah capek. Karena dikira hanya masuk angin biasa, pengobatan hanya dilakukan dengan kerokan dan minum obat warung. Pada tanggal 11 sampai 14 April 2016, mulai timbul gejala – gejala, seperti nyeri kepala hebat, tangan dan kaki terasa lemas, penglihatan ganda, wajah sebelah kiri mati rasa, dan bentuk wajah tidak simetris. AS masih masuk kerja sampai tanggal 14 April 2016 karena (sekali lagi) masih menganggap penyakit biasa. Atas bujukan rekan-rekan kerja, pada tanggal 14 April 2016, AS memeriksakan diri ke poliklinik pabrik. Diagnosis awal dari dokter poliklinik adalah stroke ringan atau Transient Ischemic Attack (TIA).

Jumat, 15 April 2016, AS memeriksakan diri ke Ciputra Hospital, Citra Raya, Tangerang diantar oleh istrinya menggunakan sepeda motor. Ia menggunakan fasilitas asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan. Sayangnya, benefit asuransi untuk rawat jalannya sudah habis. Padahal harus dilakukan CT Scan untuk diagnosis detail penyakitnya yang memerlukan biaya cukup mahal. Ia pun pulang ke rumah tanpa mendapatkan penanganan.

Sabtu, 16 April 2016, AS meminta bantuan salah seorang rekan kami yang memiliki mobil untuk mengantarkan ke RS Siloam Karawaci Tangerang karena sakit kepala semakin tak tertahankan dan tidak kuat kalau naik motor. Atas usaha berbagai pihak, AS dirawat inap di RS Siloam dan hasil diagnosis lanjutan disimpulkan ada tumor di belakang hidungnya. Pada 19 April 2016 dilakukan operasi pengambilan sampel untuk mengetahui tingkat keganasannya dan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kanker ganas di belakang hidungnya. Sayang seribu sayang, benefit rawat inap asuransinya pun sudah habis karena pada awal Februari 2016, ia sempat sakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Dengan sangat terpaksa, keluarga membawanya pulang karena tidak mampu membayar sendiri biaya rumah sakit. AS kemudian beralih menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat.