Selasa, 08 Desember 2009

Altruistic Behavior

Saat ini, kata altruisme mungkin jarang kita dengar atau baca. Secara sederhana, altruisme dapat diartikan sebagai tindakan berkorban untuk orang lain tanpa menghiraukan kepentingannya sendiri. Dengan kata lain, altruisme merupakan kebalikan dari kata egoisme. Altruisme merupakan aspek dasar dalam berbagai macam kebudayaan dan agama. Perilaku yang sesuai dengan paham altruisme disebut perilaku altruistik (altruistic behavior). Paham altruisme sangat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yakni dalam semangat “gotong royong”. Semboyan “dahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi” merupakan salah satu cerminan paham ini dalam masyarakat Indonesia.

Altruisme harus dibedakan dengan perasaan kesetiakawanan dan kewajiban. Altruisme berfokus pada motivasi untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Seseorang yang setia pada suatu oraganisasi, partai politik, atau orang lain dengan berharap mendapat sesuatu darinya tidak dapat dikatakan berperilaku altruistik. Perilaku altruistik yang paling mudah kita jumpai tentu dalam sebuah keluarga. Ayah dan ibu sebagai orang tua akan selalu bekerja susah payah untuk membahagiakan anak-anaknya. Tidak ada yang diharapkan oleh orang tua dari anaknya, kecuali melihat anaknya bahagia.

Dalam kehidupan sosial yang lebih luas, saling menolong dan bergotong royong dalam masyarakat juga merupakan bentuk perilaku altruisme. Contoh lain adalah membantu korban bencana alam, menyantuni fakir miskin dan anak yatim, dan membantu pembangunan jalan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain. Menariknya, perilaku altruistik juga dapat dijumpai pada binatang. Kita semua tentu mengetahui bahwa induk ayam rela mengerami telurnya selama 21 hari agar anaknya bisa menetas. Induk ayam mengorbankan kebahagiaan dirinya dengan berpuasa dan hanya makan sekali tiap hari.

Contoh yang jauh lebih menarik terdapat dalam koloni Tikus Mondok Telanjang (Heterocephalus glaber). Tikus Mondok Telanjang merupakan tikus yang hidup dalam lubang-lubang di tanah di Afrika Timur. Tikus jenis ini hampir tidak memiliki rambut. Tikus Mondok Telanjang mempunyai struktur sosial yang mirip dengan rayap, yakni dipimpin oleh seorang ratu, ada tikus yang menjadi pekerja, dan ada tikus yang menjadi tentara. Satu koloni bisa dihuni oleh 20 sampai 300 ekor tikus. Ketika lubang sarang mereka kedatangan musuh yang ingin memangsa mereka, misalnya ular, seekor tikus yang pertama kali mengetahui kejadian itu akan mencicit dengan keras untuk memberitahu anggota koloni lainnya agar menyelamatkan diri. Sementara itu, tikus tadi justru menghampiri calon pemangsanya sehingga ia pun dimangsa dan mengorbankan dirinya agar teman-temannnya selamat.

Hal yang sama terjadi pada Tupai Darat. Ketika seekor elang mendekati kawanan tupai, seekor tupai yang pertama kali menyadari kehadiran musuh akan menjerit dengan keras memperingatkan teman-temannya. Elang akan langsung menukik dan menyambar tupai yang menjerit sementara tupai yang lain berlari menyelamatkan diri. Perilaku kedua hewan di atas sungguh sangat mengagumkan. Mereka bahkan rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan anggota keluarga dan teman-temannnya.
Masih ada beberapa perilaku altruistik yang ditunjukkan oleh beberapa jenis binatang. Bapak dan ibu penguin rela mengerami telur mereka secara bergantian selama 6 bulan di tengah dinginnnya badai salju. Seekor induk anjing seringkali “mengadopsi” anak kucing, tupai, bahkan harimau yang yatim. Kawanan lumba-lumba menolong rekan mereka yang terluka dengan berenang selama berjam-jam di bawahnya dan mendorongnya ke permukaan agar ia dapat bernapas. Serigala dan anjing liar akan membawakan daging hasil buruan kepada anggota kelompoknya yang tidak hadir saat penangkapan.

Kita sepatutnya dapat belajar dari perilaku hewan-hewan di atas karena dalam kehidupan modern saat ini, paham altruisme sudah mulai luntur. Paham-paham baru yang bermunculan, seperti materialisme, paganisme, dan hedonisme, secara perlahan-lahan tapi pasti menggusur altruisme dari kehidupan bangsa Indonesia. Hal tersebut tentu sangat ironis karena seharusnya kita tidak kehilangan identitas dan jati diri pada zaman modern seperti ini. Sudah saatnya manusia belajar dari perilaku binatang-binatang yang rela menolong tanpa pamrih. Jika semua manusia mampu mengembangkan perilaku altruistik dalam dirinya, bukan tidak mungkin dunia ini akan terbebas dari segala bentuk peperangan yang justru menghancurkan peradaban manusia sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar