Minggu, 27 Maret 2016

Stop Eksploitasi Anak! Heal The World We Live In, Save It For Our Children

Beberapa hari terakhir ini, media massa nasional kembali mengangkat berita mengenai eksploitasi anak. Hal itu terjadi setelah pada Hari Kamis (24/3/2016) Polres Jakarta Selatan menangkap 4 orang pelaku eksploitasi anak di sekitar Blok M. Para pelaku menyewakan anak untuk dipaksa mengemis, mengamen, atau menjadi joki 3 in 1. Jika menolak, mereka akan dipukul atau ditampar. Salah satu korban eksploitasi bahkan bayi berusia 6 bulan. Bayi tersebut dibawa mengemis agar orang-orang yang melihatnya merasa iba dan memberi banyak uang. Bayi akan diberi obat penenang agar tidak rewel saat diajak mengemis.

Beragam reaksi masyarakat atas muncul atas berita penangkapan pelaku eksploitasi anak tersebut, terutama para netizen. Umumnya mereka bersyukur atas penangkapan tersebut, tetapi juga menyayangkan mengapa baru sekarang dilakukan. Kasus eksploitasi anak untuk tujuan ekonomi seperti itu memang bukan hal baru. Hampir di semua kota besar di Indonesia dapat kita temui ibu-ibu mengemis dengan mengendong anak kecil yang tidak pernah menangis atau anak-anak mengamen dengan menyodorkan amplop kecil bertuliskan permintaan belas kasihan untuk biaya hidup dan sekolah. Tempat bereka beroperasi biasanya di bis kota, terminal, halte, stasiun, dan perempatan jalan yang ramai.

Sebagai orang yang tinggal di kota besar, tepatnya Serpong, Tangerang Selatan, saya pun sering menyaksikan pemandangan di atas. Akan tetapi, baru sekali ini memergoki “pengasuh”nya. Dua hari sebelum kasus ini ramai diberitakan, Selasa (22/3/2016) sekitar pukul 06.20 saya menyaksikan langsung praktik eksploitasi anak di perempatan German Center, BSD. Seperti  biasa, saya menunggu bus jemputan kantor di halte sebelah Lapangan Sunburst. Di sebelah saya ada seorang ibu paruh baya. Awalnya saya mengira ibu tersebut sedang menunggu bus atau angkot. Tiba-tiba seorang anak laki-laki berusia sekitar 4 ~ 5 tahun menghampiri dan memanggilnya “Mami” sambil menyerahkan segepok amplop. Si anak berkata dengan nada takut bahwa ia baru dapat sedikit. Saya tidak ingat persis kata-kata si anak karena sangat terkejut. Si ibu menggumamkan sesuatu sambil memasukkan amplop-amplop ke dalam tas cokelat yang dibawanya kemudian mengambil segepok amplop yang lain. Sejurus kemudian ia menyerahkan amplop-amplop yang baru tersebut ke si anak. Si anak langsung kembali ke perempatan menyelip di antara mobil-mobil yang sedang berhenti di lampu merah. Saat itu, saya sudah sadar dari keterkejutan dan menyadari bahwa peristiwa barusan adalah salah satu bentuk eksploitasi anak. Saya sempatkan untuk memotret si anak walau sudah menjauh. Si ibu juga berhasil saya ambil gambarnya. Dengan diam-diam tentunya. Tak lama kemudian bus jemputan datang. Ketika saya sudah duduk di dalam bis, saya sempatkan untuk menengok si ibu. Saya terkejut untuk kedua kalinya. Di samping si ibu duduk ada seorang anak perempuan sedang tertidur lelap di bangku halte. Pakaian dan tubuhnya tampak kotor. Sayang, saya tidak sempat memotretnya karena bus keburu jalan.

Minggu, 20 Maret 2016

Awas!!! Penipuan Modus Tebar Kupon Di Depan Rumah Marak Lagi

Sabtu pagi (3/19) kemarin, saya menemukan sesuatu yang tidak biasa saat pertama keluar rumah untuk sekedar menghirup udara pagi. Begitu membuka pintu depan, mata saya langsung tertuju pada sebuah bungkusan plastik kecil berukuran sekitar 3 cm x 6 cm. Karena penasaran, saya langsung mengambilnya. Bungkusannya sangat rapi dan didalamnya  terdapat kertas yang dilipat begitu rapi pula. Semakin penasaran, saya pun membuka bungkus plastiknya. Didalamnya terdapat 2 carik kertas dan 1 buah kupon. Satu kertas adalah surat pemberitahuan pemenang yang menerangkan bahwa siapapun yang menemukan kupon tersebut mendapatkan hadiah 1 unit mobil Toyota Avanza dari PT Harum Alam Segar selaku produsen Top Kopi. Sementara itu, satu kertas lain merupakan surat izin penyelenggaraan acara dari Polda Metro Jaya. Di situ juga dicantumkan pejabat-pejabat yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut, antara lain Dr. Naldy Suparman (direktur PT Harum Alam Segar), Kombes Pol Drs. Diki Riansyah, S.H., M.Hum. (Dirlantas Polda Metro Jaya), Dra. Hj. Resti Ayunita (Departemen Sosial), dan Drs. M. Irwanto, S.H. (notaris/pengacara).
Kupon di letakkan di depan pintu rumah

Minggu, 13 Maret 2016

Fenomena Maraknya Sharing Berita Hoax : Dari Malas Berpikir Sampai Fanatik Buta

Media sosial (medsos) berkembang pesat dalam satu dekade terakhir. Saat ini, fungsi tidak hanya sebagai ajang pertemanan saja, tetapi juga sebagai media berbagi informasi (sharing), ajang promosi bisnis, sampai kampanye politik. Sayang, tidak semua kegiatan di atas beraroma positif. Saat musim kampanye legislatif, presiden, gubernur, bupati, atau walikota, pendukung calon-calon yang bertarung banyak memanfaatkan medsos  untuk saling menyerang dan menjatuhkan lawan, bahkan cenderung kepada kampanye hitam (black campaign). Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah dengan membagi (share) berita, artikel, atau status yang menguntungkan pihaknya dan menyerang pihak lawan. Sialnya, apa yang mereka sebar dan bagikan banyak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Masyarakat Indonesia memang sangat mudah tenggelam dalam euforia terhadap sesuatu yang sedang menjadi trending topic. Saat menjelang pemilu, hampir semua orang akan tenggelam dalam hingar bingar kampanye. Ketika piala dunia sedang berlangsung, sepak bola akan menjadi topik yang dibahas oleh berbagai kalangan. Begitu pula ketika ada gejolak atau fenomena tertentu di masyarakat. Berkat medsos, kejadian kecil pun bisa booming hingga seluruh pelosok negeri. Berawal dari hingar bingar semacam inilah para pengguna medsos mulai rajin untuk berbagi informasi mengenai topik yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Lama-kelamaan, beberapa orang pun berusaha untuk “menciptakan” trending topic sendiri. Apapun yang menurutnya menarik, akan dibagikan di akun medsos miliknya tanpa dicek terlebih dahulu kebenaran informasinya.