Senin, 22 Februari 2016

Fenomena Money Game :Ketika Si Malas dan Si Culas Bertemu

Dalam beberapa tahun belakangan, pemberitaan mengenai investasi bodong cukup marak di Indonesia. Salah satu contoh yang paling heboh adalah MMM (Manusia Membantu Manusia/Mavrodi Mondial Moneybox). Kasus terakhir adalah D4F (Dream for Freedom). Sejak Selasa (16/2) situs resminya offline. Otomatis pembayaran profit buat pesertanya pun mandek. Hal serupa pernah terjadi pada MMM tahun lalu.

Penawaran investasi bodong marak dalam 10 tahun terakhir dalam berbagai bentuk. Mulai dari janji pencairan harta karun Bung Karno/harta revolusi, koperasi gadungan, investasi untuk menanam pohon tertentu, investasi emas dengan harga di atas harga pasaran, jual beli e-book yang tidak berharga, money game berkedok MLM, sampai terang-terangan mengaku money game. Dari berbagai macam bentuk investasi bodong tersebut, money game adalah cara yang paling banyak dipakai untuk melakukan penipuan investasi bodong. MMM dan D4F merupakan penipuan dengan bentuk money game.

Money game menggunakan skema yang disebut Skema Ponzi atau Skema Piramida. Istilah lainnya adalah arisan berantai atau member get member. Cara kerjanya sebenarnya sederhana dan mudah dipahami semua orang. Untuk bergabung, kita diharuskan untuk mentransfer sejumlah uang ke member yang sudah bergabung terlebih dahulu dan menjadi ‘atasan’ (upline) kita. Kita diharuskan untuk mentransfer sampai beberapa level upline (biasanya 3 ~5 level). Selanjutnya ada yang mengharuskan kita mencari member baru untuk menjadi ‘bawahan’ (downline). Semakin banyak kita mendapatkan downline semakin cepat dan semakin banyak ‘hasil investasi’ yang kita dapatkan. Ada pula yang member barunya direkrut by sistem. Cara yang terakhir tidak mengharuskan kita merekrut downline. Kita akan mendapat jatah downline setiap kali ada member baru bergabung.

Disebut money game karena uang hanya berputar-putar pada member saja tanpa diinvestasikan pada bisnis riil untuk menghasilkan laba. Sistem ini akan cepat runtuh karena semakin lama akan semakin sulit mencari member baru, sementara tagihan semakin membengkak. Kalau sudah begini, pelaku Ponzi akan mecari-cari alasan untuk menutup sistemnya dan kabur dengan membawa aset besar yang telah dikumpulkan. Siapa yang untung dan siapa yang rugi? Yang untung adalah perusahaan yang membuat sistem Ponzi dan segelintir member yang bergabung saat awal sistem dibuka. Yang rugi adalah sebagian besar member yang bergabung belakangan.

Minggu, 14 Februari 2016

Pentingnya Pendidikan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM) untuk Mencegah Konflik Horisontal di Indonesia

Indonesia adalah negara multikultural terbesar di dunia dengan keanekaragaman dalam berbagai hal, mulai dari suku bangsa, budaya, hingga agama. Kebhinekaan tersebut bagaikan dua sisi mata uang yang saling berlawanan. Di satu sisi, perbedaan merupakan suatu rahmat agar kita bisa saling mengenal dan menghargai satu sama lain. Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan seringkali melahirkan friksi dan gesekan horisontal yang mengancam keutuhan bangsa. Berbagai kasus konflik harisontal berskala besar pernah terjadi di tanah air. Sejak era reformasi, kita sudah beberapa kali mengalami konflik horisontal berskala besar seperti konflik Ambon, konflik Poso, konflik Sambas, konflik Lampung Selatan, dan kasus terbaru adalah kasus yang terjadi di Tolikara, Papua. Belum lagi ratusan konflik berskala yang lebih kecil yang seringkali menghiasi pemberitaan media di tanah air.

Konflik terjadi akibat adanya kepentingan manusia dan upaya pemenuhan kepentingan itu bersinggungan dengan kepentingan orang atau kelompok manusia lain. Ketidakpahaman terhadap kepentingan sesama individu maupun kelompok masyarakat melahirkan sikap intoleransi terhadap individu atau kelompok lain. Hal ini diperparah oleh kesadaran berbangsa dan bernegara yang rendah. Konflik-konflik horisontal seperti itu tidak seharusnya terjadi di negara yang mempunya semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan tersebut bermakna bahwa keanekaragaman yang dimiliki Bangsa Indonesia adalah sebagai pemersatu bukan pemecah belah. Oleh karena itu, konflik-konflik serupa tidak boleh lagi terjadi di masa mendatang. Pemahaman mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab kita sebagai bangsa multikultural harus ditanamkan sejak dini pada masyarakat Indonesia, salah satunya melalui kurikulum pendidikan formal di sekolah atau kampus. Hal itu sejalan dengan program revolusi mental yang digaungkan pemerintah saat ini. Mental bangsa Indonesia harus diubah agar tidak hanya bisa menuntut hak tetapi juga mampu menjalankan kewajiban dan mengemban tanggung jawab dengan baik.

Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada jenjang sekolah dasar dan menengah hampir tidak memuat materi tentang Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM). Titik berat pembelajaran hanya pada Hak Asasi Manusia (HAM), seperti pengertian HAM, hak dan kewajiban individu, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen HAM nasional dan internasional, serta perlindungan dan penegakan HAM. KAM dan TAM juga disinggung dalam kurikulum tersebut, tetapi dalam porsi yang sangat kecil. Padahal, untuk menciptakan masyarakat yang bebas, adil, dan damai, hak dan tangung jawab harus disejajarkan kepentingannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran mengenai KAM dan TAM sudah saatnya mendapat porsi lebih banyak.