Minggu, 14 Februari 2016

Pentingnya Pendidikan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM) untuk Mencegah Konflik Horisontal di Indonesia

Indonesia adalah negara multikultural terbesar di dunia dengan keanekaragaman dalam berbagai hal, mulai dari suku bangsa, budaya, hingga agama. Kebhinekaan tersebut bagaikan dua sisi mata uang yang saling berlawanan. Di satu sisi, perbedaan merupakan suatu rahmat agar kita bisa saling mengenal dan menghargai satu sama lain. Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan seringkali melahirkan friksi dan gesekan horisontal yang mengancam keutuhan bangsa. Berbagai kasus konflik harisontal berskala besar pernah terjadi di tanah air. Sejak era reformasi, kita sudah beberapa kali mengalami konflik horisontal berskala besar seperti konflik Ambon, konflik Poso, konflik Sambas, konflik Lampung Selatan, dan kasus terbaru adalah kasus yang terjadi di Tolikara, Papua. Belum lagi ratusan konflik berskala yang lebih kecil yang seringkali menghiasi pemberitaan media di tanah air.

Konflik terjadi akibat adanya kepentingan manusia dan upaya pemenuhan kepentingan itu bersinggungan dengan kepentingan orang atau kelompok manusia lain. Ketidakpahaman terhadap kepentingan sesama individu maupun kelompok masyarakat melahirkan sikap intoleransi terhadap individu atau kelompok lain. Hal ini diperparah oleh kesadaran berbangsa dan bernegara yang rendah. Konflik-konflik horisontal seperti itu tidak seharusnya terjadi di negara yang mempunya semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan tersebut bermakna bahwa keanekaragaman yang dimiliki Bangsa Indonesia adalah sebagai pemersatu bukan pemecah belah. Oleh karena itu, konflik-konflik serupa tidak boleh lagi terjadi di masa mendatang. Pemahaman mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab kita sebagai bangsa multikultural harus ditanamkan sejak dini pada masyarakat Indonesia, salah satunya melalui kurikulum pendidikan formal di sekolah atau kampus. Hal itu sejalan dengan program revolusi mental yang digaungkan pemerintah saat ini. Mental bangsa Indonesia harus diubah agar tidak hanya bisa menuntut hak tetapi juga mampu menjalankan kewajiban dan mengemban tanggung jawab dengan baik.

Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada jenjang sekolah dasar dan menengah hampir tidak memuat materi tentang Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM). Titik berat pembelajaran hanya pada Hak Asasi Manusia (HAM), seperti pengertian HAM, hak dan kewajiban individu, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen HAM nasional dan internasional, serta perlindungan dan penegakan HAM. KAM dan TAM juga disinggung dalam kurikulum tersebut, tetapi dalam porsi yang sangat kecil. Padahal, untuk menciptakan masyarakat yang bebas, adil, dan damai, hak dan tangung jawab harus disejajarkan kepentingannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran mengenai KAM dan TAM sudah saatnya mendapat porsi lebih banyak.


Dalam mata pelajaran PKn, kita diajarkan tentang Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia Universal yang dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Paris pada 10 Desember 1948. Deklarasi tersebut merupakan dasar dari penegakan HAM bagi negara-negara yang meratifikasinya. Akan tetapi, Declaration of Human Duties and Responsibilities (DHDR) atau Deklarasi Kewajiban-kewajiban dan Tangggung Jawab Manusia Universal tidak pernah disinggung sama sekali. Deklarasi tersebut merupakan peringatan 50 tahun UDHR yang diproklamirkan di Valencia, Spanyol pada tahun 1998 sehingga DHDR disebut juga sebagai Deklarasi Valencia. Sebab digagasnya Deklarasi Valencia adalah adanya keengganan politik global terhadap penegakan HAM.

Inti dari DHDR adalah kesimbangan pemenuhan hak dengan pelaksanaan kewaiban dan tanggung jawab. Berikut adalah inti sari DHDR:

• Jika kita berhak untuk hidup, maka kita wajib menghargai kehidupan

• Jika kita untuk bebas, maka kita wajib menghargai kebebasan orang lain

• Jika kita berhak untuk merasa aman, maka kita wajib untuk menciptakan kondisi bagi manusia untuk menikmati keamanan

• Jika kita berhak untuk berpartisipasi pada proses politik dan memilih para pemimpin kita, maka kita wajib untuk memilih pemimpin terbaik.

• Jika kita berhak untuk bekerja dalam kondisi yang baik dan adil dalam memeroleh taraf hidup yang layak bagi diri kita dan keluarga, maka kita wajib bekerja dengan sebaik-baiknya

• Jika kita berhak atas kebebasan dalam berpikir, bersuara, dan beragama, maka kita mempunyai kewajiban untuk menghormati prinsip pemikiran atau agama lain
• Jika kita berhak atas pendidikan, maka kita wajib belajar semampu kita dan, jika mungkin, membagi pengetahuan dan pengalaman kita dengan orang lain

• Jika kita berhak untuk memanfaatkan kekayaan alam, maka kita wajib menghormati, peduli, dan memperbaharui bumi dan kekayaan alamnya.

Nilai-nilai yang termaktub dalam DHDR tersebut sudah selayaknya dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Tentunya harus disesuaikan dengan karakteristik dan keraifan lokal bangsa Indonesia. Pembelajaran yang dilakukan juga harus disertai dengan contoh penerapan dan studi kasus yang terjadi di masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sudah sepatutnya memberi perhatian lebih pada pendidikan KAM dan TAM dengan memasukkannya ke dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sesuai dengan semangat pemerintah untuk melaksanakan revolusi mental, dunia pendidikan adalah bidang yang harus diutamakan karena disinilah karakter bangsa Indonesia dibentuk melalui serangkaian pendidikan formal. Penanaman pemahaman mengenai KAM dan TAM sejak dini diharapkan dapat membentuk pribadi-pribadi yang paham akan tanggung jawabnya sebagai manusia, bukan pribadi yang sekedar menuntut haknya saja. Jika setiap individu di dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia memahami kewajiban dan tanggung jawabnya, niscaya konflik-konflik horisontal tidak akan terjadi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar