Ada satu tema yang menggelitik
(dan memalukan) saat berbincang-bincang dengan orang Korea (Selatan), yakni
hari proklamasi kemerdekaan. Tahukah Anda kalau proklamasi kemerdekaan
Indonesia dan Korea hanya selisih dua hari saja? Proklamasi kemerdekaan Korea
adalah tanggal 15 Agustus 1945 sedangkan Indonesia 17 Agustus 1945. Satu lagi
faktanya, Korea dan Indonesia sama-sama memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan Jepang. Akan tetapi, kalau kita
bandingkan kondisi Indonesia dan Korea saat ini bagaikan bumi dan langit. Korea
dengan segala kemajuannya berhasil menjadi negara sangat berpengaruh di dunia
di berbagi bidang. Di bidang politik internasional, sekretaris jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini
dijabat oleh Ban Ki-Moon yang merupakan mantan Menteri Luar Negeri Korea
Selatan. Di bidang ekonomi, Korea Selatan merupakan salah sat negara anggota
G20 dan produk domestic bruto (GDP)-nya adalah yang terbesar ke-11 di dunia. Di
bidang budaya, K-Pop dan K-Drama menyebar secara luas ke seluruh dunia, sebuah
fenomena yang disebut sebagai Korean
Wave. Di bidang teknologi pun sangat mentereng. Samsung adalah produsen
smartphone terbesar di dunia saat ini. Korea Selatan juga merupakan negara
dengan kecepatan internet tercepat di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Kita
masih disibukkan dengan konflik
horizontal dan kegaduhan politik yang tidak pernah ada
juntrungnya.
Bendera Korea Selatan |
Pada awal-awal masa kemerdekaan,
Korea dan Indonesia menghadapi masalah yang sama, yakni kemiskinan dan berbagai macam pemberontakan. Bahkan,
Korea terpisah menjadi 2 pada tahun 1948 menjadi Republic of Korea (South Korea) dan Democratic People’s Republic of Korea (North Korea). Indonesia
beruntung tidak sampai terpecah belah walaupun mengalami berbagai macam pemberontakan.
Penduduk Korea bahkan banyak
yang mengalami kelaparan saat itu. Indonesia pun menghadapi problem kemiskinan
yang rumit setelah dijajah selama ratusan tahun. Ada satu perbedaan mencolok antara Korea dan
Indonesia, yakni Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam sedangkan Korea
hampir tidak punya. Akan tetapi,
bangsa Korea tidak mudah menyerah oleh kondisi alam dan geografis yang tidak
menguntungkan. Mereka berusaha memaksimalkan sumber daya yang terbatas hingga
berhasil menjadi negara maju seperti saat ini.
Ada 2 faktor utama dibalik
kemajuan yang dicapai Korea Selatan, yakni pilihan strategi pemerintah yang jitu dan mentalitas kebangsaan
rakyat Korea yang tangguh. Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah Korea Selatan
memfokuskan perhatian pada pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, dan
penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi. Kebijakan tersebut juga dibarengi
dengan pengembangan sektor
industri generatif. Contohnya adalah industri baja. Dari baja kemudian
dikembangkan menjadi industri
otomotif, konstruksi, perkapalan, hingga perlengkapan rumah tangga. Pengembangan yang berkelanjutan
kemudian menghasilkan industri-industri baru seperti elektronik, kimia, dan
mekanik. Hasil dari kebijakan tersebut ekonomi Korea Selatan tumbuh 10% per
tahun selama lebih dari 30 tahun
berturut-turut. Periode 1962 sampai 1995 adalah masa-masa pertumbuhan
ekonomi yang fenomenal, terutama pertumbuhan nilai ekspor yang mencapai 20% per
tahun. Periode ini sering disebut sebagai Keajaiban di atas Sungai Han (Miracle on the Han River). Data tahun
2015, Korea Selatan menduduki rangking 11 negara dengan GDP terbesar di dunia
dengan total US$1,392 triliun. GDP per kapita menempati posisi 28 dunia sebesar
US$ 27512. Sementara itu, Human
Development Index (HDI) sebesar 0,898 (very
high) dan menempati posisi 17 dunia pada 2014. Perusahaan-perusahaan Korea
begitu berkibar di kancah internasional, terutama Samsung, LG, dan Hyundai.
Selain kebijakan pemerintah yang
jitu, mentalitas rakyat Korea Selatan juga merupakan faktor penting kemajuan
bangsa. Berikut adalah beberapa mentalitas rakyat Korea Selatan yang bisa kita
teladani.
Etos kerja tinggi
Tiada kesuksesan yang diraih
tanpa kerja keras. Bagi orang Korea Selatan, pepatah tersebut benar-benar
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Para pekerja di Korea Selatan
akan bekerja dengan sepenuh hati meskipun tidak diawasi oleh bos atau atasan.
Mereka tidak akan pulang kalau target yang dibebankan padanya hari ini belum
selesai. Mereka biasa pulang jam 11 malam bahkan sampai menginap di kantor.
Saya pernah mengalami langsung bagaimana keras kepalanya pekerja di Korea
Selatan dalam menyelesaikan tugasnya. Saat itu, besok paginya tim kami harus
melaporkan perkembangan proyek ke CE (Chief
Engineer), yang merupakan penanggung jawab tertinggi pada proyek yang sedang kami kerjakan. Otomatis
kami harus membuat banyak laporan (report)
dengan waktu yang terbatas. Seluruh
anggota tim benar-benar mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, bahkan
malam itu tidak pulang ke apartemen.
Contoh lain adalah hampir tidak
ada pengemis dan pengamen. Saya pernah bertemu pengemis di pasar tradisional
dan pegamen di pantai. Akan tetapi, dibandingkan dengan di Indonesia, jumlah
pengamen dan pengemis di sana sangat sedikit. Mereka merasa malu dan tidak punya harga diri
jika harus meminta dari orang lain. Mereka lebih memilih menjadi pemulung atau petugas cleaning service daripada mengemis atau mengamen.
Di Korea juga banyak orang-orang
yang sudah tua masih aktif bekerja. Hal ini cukup menarik karena kalau pun
sudah pensiun dan tidak
produktif lagi mereka bisa mendapatkan jaminan sosisal dari pemerintah. Namun, sebagian besar mereka tetap
memilih bekerja. Salah satu profesi yang banyak digeluti para manula adalah sopir taksi.
Hampir semua sopir taksi di Korea berusia lanjut. Sangat jarang sopir taksi
yang masih berusia di bawah 40 tahun. Saya
pernah iseng-iseng ngobrol dengan seorang sopir taksi, mengapa masih bekerja
meskipun sudah tua dan jawaban yang saya dapat sungguh mengejutkan. Dulunya ia
adalah pekerja kantoran dan telah pensiun. Ia tetap bekerja karena takut cepat mati.
Disiplin
Soal disiplin, orang Korea sama
dengan orang Jepang. Sangat jarang ada karyawan terlambat masuk kantor atau
siswa yang telat masuk sekolah. Bangun kesiangan, jarak rumah yang jauh, atau
macet bukan alasan. Ketika sampai di kantor, seorang karyawan sudah dalam
kondisi siap kerja. Sarapan, merokok, minum kopi, dan sebagainya dilakukan
sebelumnya. Salah seorang rekan kerja saya kampung halamannya di Seoul dan bekerja di Changwon yang
jaraknya sekitar 400 km, hampir sama dengan jarak Jakarta-Semarang. Setiap
akhir pekan ia pulang ke Seoul dan senin pagi jam 8 pasti sudah tiba di kantor
dan siap kerja. Ia
berangkat dari Seoul jam 3 dini hari ke Busan dengan kereta api cepat selama
kurang lebih 3 jam kemudian dilanjutkan naik bus ke Changwon selama sekitar satu jam.
Kedisiplinan masyarakat Korea
Selatan juga dalam kehidupan umum, seperti membuang sampah pada tempatnya dan
menggunakan fasilitas umum sebagaimana mestinya. Kota-kota di Korea Selatan
sangat bersih, baik di trotoar, pusat perbelanjaan modern, terminal, halte bus bahkan
di pasar tradisional. Saya punya pengalaman sedikit memalukan soal buang
sampah. Pernah suatu kali saya makan permen sambil menunggu bus di halte. Dengan
santainya saya jatuhkan bungkus permen begitu saja (kebiasaan orang Indonesia
banget). Tiba-tiba seorang anak usia sekitar kelas 4 atau 5 SD menunjuk-nunjuk bungkus permen tadi sambil
mengatakan sesuatu dengan cukup lantang. Walaupun tidak paham Bahasa Korea, saya
langsung mengerti kalau dia marah karena saya buang sampah sembarangan. Dengan muka menahan malu, saya pun
mengambil bungkus permen tadi dan membuangnya ke tempat sampah. Untunglah saat
itu tidak banyak orang yang sedang menunggu bus di halte.
Salah satu pusat perbelanjaan modern di Busan. Rapi dan Bersih. |
Di Indonesia, kursi prioritas di
KRL seringkali justru ditempati oleh mereka yang muda dan sehat. Sementara
orang-orang yang memang layak duduk di situ justru harus berdiri. Di Korea, hal
tersebut tidak pernah saya temui. Meskipun tempat duduk prioritas kosong, orang-orang yang masih muda dan
sehat lebih memilih berdiri. Kedispilinan dalam menggunakan fasilitas
umum juga tercermin dalam hal antri. Kita bisa melihat orang-orang antri dengan tertib saat membeli tiket
subway (kereta bawah tanah), membayar
belanjaan, atau menggunakan fasilitas umum tanpa perlu diatur oleh petugas
keamanan.
Nasionalisme tinggi
Masyarakat Korea Selatan sangat
bangga akan identitas bangsanya. Meskipun kemajuan yang mereka peroleh merupakan
hasil belajar dari barat, identitas nasional Korea tidak pernah ditinggalkan. Salah
satu contohnya adalah
penggunaan Huruf Hangul dan Bahasa Korea untuk komunikasi nasional. Kalau Anda
berkunjung Korea, Anda akan menemui penunjuk arah, nama jalan, dan semua papan
nama dengan Huruf Hangul. Tapi jangan khawatir kalau Anda tidak bisa membaca
Huruf Hangul, petunjuk jalan
utama dan fasilitas umum rata-rata mencantumkan huruf latin di bawah versi
Hangul-nya.
Salah satu sudut Kota Changwon. Semua papan nama menggunakan Huruf Hangul. |
Cinta produk dalam negeri
Industri Korea Selatan tidak akan
maju kalau masyarakatnya tidak mau memakai produk-produk dalam negeri. Hampir
semua mobil yang beredar di jalanan Korea Selatan adalah merk Korea seperti
Hyundai, Kia, Daewoo, Sangnyong, atau Samsung-Renault. Merk mobil asing yang
cukup banyak hanya Chevrolet. Begitu
pula dengan motor. Merk-merk yang beredar kebanyakan hanya Daelim dan Hyosung. Bagaimana
dengn mobil dan motor Jepang?
Hampir tidak ada. Penjajahan Jepang di masa lalu menimbulkan sentimen
tersendiri terhadap produk Jepang. Selain mobil, HP yang dipakai orang Korea
juga sebagian besar merk Samsung dan LG. Apple merupakan merk asing yang cukup sukses merebut hati
masyarakat Korea. Produk-produk elektronik lain seperti mesin cuci, kulkas, AC,
setrika, microwave, hingga laptop hampir semuanya bermerk LG dan Samsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar