Aksi damai 4 November 2016 diikuti oleh ratusan ribu orang. Tidak
ada yang tahu pasti berapa jumlah sebenarnya meskipun media-media menyebutkan
angka 150 sampai 200 ribu orang. Bahkan ada yang
menyebut jumlahnya sampai jutaan, termasuk yang dilakukan di berbagai daerah di
luar Jakarta. Sebuah
angka yang fantastis karena meleset jauh dari data perkiraan intelijen yang hanya berkisar 18 sampai 30 ribu orang. Hal tersebut sudah
diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo.
Kesalahan
data intelijen tersebut sungguh memalukan untuk negara sebesar Indonesia.
Intelijen mengira bahwa yang akan ikut aksi damai hanya anggota dan simpatisan ormas tertentu saja. Mereka lupa bahwa yang berkepentingan adalah
umat Islam secara umum karena berurusan dengan penistaan Al Quran.
Seharusnya,
mereka mencermati pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. K.H. Said Agil Siroj seminggu sebelumnya (Jumat,
28 Oktober 2016) bahwa pernyataan Ahok telah membangkitkan "macan
tidur". Beliau tentu tidak sembarangan mengeluarkan pernyataan tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapakah "macan tidur" tersebut.
Dalam
menyakini dan menjalankan ajaran Islam, umat Islam di Indonesia terbagi menjadi
beberapa kelompok. Pengelompokan ini berdasarkan cara pandang dan sikap mereka
terhadap isu-isu sensitif seputar Islam. Setidaknya ada tiga
kelompok besar,antara lain:
1. Fanatik
Ciri utama kelompok ini adalah mereka kurang toleran terhadap umat agama
lain dan juga perbedaan pandangan dalam internal Islam. Mereka
sangat sensitif dan reaktif terhadap segala macam isu yang berkaitan dengan
Islam. Mereka aktif di media sosial dengan membuat atau membagikan status atau tulisan mengenai cara pandang mereka yang frontal
terhadap suatu persoalan. Pengikut kelompok ini
cenderung akan berlaku subjektif terhadap informasi yang mereka terima. Segala
macam informasi dari tokoh panutan mereka akan ditelan mentah-mentah.
2. Moderat
Kelompok kedua ini toleran terhadap umat agama lain maupun
perbedaan pandangan dalam internal umat Islam. Mereka cenderung kalem
dalam menanggapi suatu isu. Mereka bersifat objektif
dalam menerima suatu informasi dengan berusaha untuk menelaah terlebih dahulu kebenaran
informasi
yang mereka terima sebelum menyakini dan membagikannya
3. Sekuler
Kelompok ketiga adalah antitesis dari kelompok
pertama. Ciri
yang paling jelas dari kelompok ini adalah mereka sangat toleran dengan umat
agama lain tetapi bereaksi sangat keras terhadap perbedaan pandangan dalam
internal Islam sendiri. Sama seperti kelompok pertama, mereka
besikap subjektif terhadap informasi yang diterima. Segala cara pandang
pentolan mereka akan diikuti dan disebarkan tanpa dibuktikan kebenarannya
terlebih dahulu.
Pengelompokan di atas bersifal general karena dalam setiap
kelompok pun tingkat militanismenya berbeda-beda. Jika digambarkan dalam
kurva distribusi normal, kelompok pertama ada di sisi kiri, kelompok kedua ada
di tengah, dan kelompok ketiga ada di sisi kanan. Luas area di bawah kurva
menggambarkan jumlah penganutnya. Artinya, kelompok
kedua adalah mayoritas. Mereka sebenarnya adalah silent majority. Selama ini mereka tidak tidak terlalu
mengekpresikan opininya ke publik, terutama melalui media sosial. Akan tetapi,
dalam menanggapi isu penistaan agama ini, kelompok ini sependapat dengan
kelompok pertama. Mereka beranggapan bahwa peryataan yang dilontarkan oleh
Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok memang sudah menyinggung
perasaan umat Islam. Hal terebut sesuai dengan pernyataan K.H. Hasyim Muzadi,
mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan anggota Dewan
Pertimbangan Presiden (Wantimpres), pada siaran pers Rabu, 9 November
2016. Pada butir pertama pernyataan beliau menegaskan hal sebagai berikut, “Di kalangan umat Islam seluruh dunia ada tiga hal yang tidak
boleh disinggung atau direndahkan yakni: Allah SWT, Rasulullah SAW, dan Kitab
suci Al-Quran. Apabila salah satu, apalagi ketiganya disinggung dan direndahkan
pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapapun. Reaksi
tersebut akan segera meluas tanpa bisa dibatasi oleh sekat-sekat organisasi,
partai, dan birokrasi. Kekuatan energi tersebut akan bergerak dengan sendirinya
tanpa dibatasi ruang dan waktu.”
Kelompok ketiga tetap pada pendiriannya
karena pada dasarnya mereka memang tidak menjadikan Al Quran sebagai pedoman
kehidupannya. Hal tersebut juga disebutkan dalam pernyataan K.H. Hasyim Muzadi
butir ketiga, yakni “Kedahsyatan
energi Al-Quran tersebut hanya bisa dimengerti, dirasakan dan diperjuangkan
oleh orang yang memang mengimani Al-Quran. Tentu sangat sulit untuk diterangkan
kepada mereka yang tidak percaya kepada Al-Quran, berpikiran atheis, sekuler
dan liberal. Karena mereka jangan lagi memahami energi Al-Quran, menerima
Al-Quran pun belum tentu bisa. Sehingga perdebatan antara keimanan kepada
Al-Quran dan ketidakpercayaan kepada Al-Quran hanya akan melahirkan advokasi
bertele-tele dan berbagai macam rekayasa.”
Dari paparan
di atas, terjawab sudah siapa yang dimaksud dengan “macan tidur” oleh K.H. Said
Agil Siroj. Mereka adalah kalangan moderat yang selama ini lebih banyak diam. Mereka
akhirnya bangun dan turun ke jalan karena ada seseorang mengusik kitab suci
mereka. Jajaran intelijen mungkin sama sekali tidak memperhatikan ini. Energi
Al Quran yang begitu dahsyat telah membangunkan “macan-macan tidur” tadi dan
menggerakkan mereka dalam suatu aksi damai yang luar biasa. Mustahil ada
organisasi, partai, atau apalagi individu yang mampu mengumpulkan begitu banyak
manusia dalam satu tempat dan waktu yang sama kalau bukan energi Al Quran yang
memanggil mereka.
Momen 412 dan yang lainnya menjadi pemicu kebersamaan Umat agar bisa bersama-sama membangun negeri agar lebih mendapatkan rahmat dan berkah yang luar biasa dari Sang Rahman.
BalasHapus