Kepada Yth:
1. Jajaran Direksi BPJS Kesehatan
Republik Indonesia
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
3. Segenap Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia beserta para anggota,
khususnya Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan)
khususnya Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan)
4. Presiden Republik Indonesia
Bapak/Ibu yang terhormat. Pada saat peluncuran
program BPJS Kesehatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (saat itu) mengatakan
bahwa tujuan utama program ini adalah agar tidak ada lagi orang miskin yang
ditolak atau diusir dari rumah sakit karena ketiadaan biaya. Akan tetapi, dalam
praktiknya saat ini tujuan mulia tersebut belum terlaksana. Penolakan dan
pengusiran rumah sakit kepada pasien miskin masih sering menghiasi headline media massa kita. Salah seorang
rekan kami, peserta BPJS Kesehatan, pun mengalami hal yang demikian, bahkan
hingga ajal menjemputnya. Perkenankanlah kami paparkan lika-liku lengkapnya
sebagai berikut.
---****---
Sejak akhir Maret 2016, salah seorang rekan
kerja kami yang berinisial AS sering mengeluh kurang enak badan, kepala pusing,
dan mudah capek. Karena dikira hanya masuk angin biasa, pengobatan hanya
dilakukan dengan kerokan dan minum obat warung. Pada tanggal 11 sampai 14 April
2016, mulai timbul gejala – gejala, seperti nyeri kepala hebat, tangan dan kaki
terasa lemas, penglihatan ganda, wajah sebelah kiri mati rasa, dan bentuk wajah
tidak simetris. AS masih masuk kerja sampai tanggal 14 April 2016 karena (sekali
lagi) masih menganggap penyakit biasa. Atas bujukan rekan-rekan kerja, pada
tanggal 14 April 2016, AS memeriksakan diri ke poliklinik pabrik. Diagnosis
awal dari dokter poliklinik adalah stroke ringan atau Transient Ischemic Attack (TIA).
Jumat, 15 April 2016, AS memeriksakan diri ke
Ciputra Hospital, Citra Raya, Tangerang diantar oleh istrinya menggunakan
sepeda motor. Ia menggunakan fasilitas asuransi kesehatan yang diberikan oleh
perusahaan. Sayangnya, benefit asuransi untuk rawat jalannya sudah habis. Padahal
harus dilakukan CT Scan untuk diagnosis detail penyakitnya yang memerlukan
biaya cukup mahal. Ia pun pulang ke rumah tanpa mendapatkan penanganan.
Sabtu, 16 April 2016, AS meminta bantuan salah
seorang rekan kami yang memiliki mobil untuk mengantarkan ke RS Siloam Karawaci
Tangerang karena sakit kepala semakin tak tertahankan dan tidak kuat kalau naik
motor. Atas usaha berbagai pihak, AS dirawat inap di RS Siloam dan hasil
diagnosis lanjutan disimpulkan ada tumor di belakang hidungnya. Pada 19 April
2016 dilakukan operasi pengambilan sampel untuk mengetahui tingkat keganasannya
dan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kanker ganas di belakang hidungnya.
Sayang seribu sayang, benefit rawat inap asuransinya pun sudah habis karena
pada awal Februari 2016, ia sempat sakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Dengan sangat terpaksa, keluarga
membawanya pulang karena tidak mampu membayar sendiri biaya rumah sakit. AS
kemudian beralih menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat.
AS sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan
sebelumnya, dibuatkan oleh perusahaan karena karyawan aktif. Akan tetapi,
karena pengobatan sebelumnya menggunakan asuransi, proses harus mulai dari awal
lagi. Hasil pemeriksaan dan diagnosis sebelumnya tidak dianggap. Singkat
cerita, AS mengurus segala macam syarat agar dapat menggunakan fasilitas BPJS
Kesehatan, mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai bolak-balik ke
RS Fatmawati dan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk diagnosis. Semua proses
yang sangat melelahkan tersebut menghabiskan waktu kurang lebih satu bulan
sampai AS resmi divonis menderita Kanker Nasofaring. BPJS Kesehatan memberikan
dua alternatif rumah sakit untuk penanganan penyakitnya, yakni RS Kanker
Dharmais atau RSCM. Dengan pertimbangan akses transportasi yang lebih mudah, dipilihlah
RSCM. Selama mengurus BPJS, diagnosis, sampai rawat jalan di RSCM, kondisi AS
masih kuat untuk berjalan dan masih bisa berbicara meskipun cadel. Asupan
makanan hanya bisa dilakukan dalam bentuk cair. Transportasi yang digunakan
untuk rawat jalan ke RSCM adalah sepeda motor, KRL, dan bajaj. Dari rumahnya di
Kampung Cibunar, Parung Panjang, Kabupaten Bogor naik sepeda motor ke Stasiun
Parung Panjang dengan diboncengkan oleh istrinya. Selanjutnya naik KRL sampai Stasiun
Tanah Abang kemudian naik bajaj ke RSCM. Jalur sebaliknya ditempuh saat pulang.
Setiap kali periksa, AS harus berangkat pukul 05.00 pagi dari rumah dan kembali
ke rumah pukul 22.00 ~ 23.00.
Daftar Pemeriksaan yang harus dijalani oleh AS |
Proses rawat jalan ke RSCM berjalan lancar sampai
tanggal 28 Mei 2016 kondisi AS tiba-tiba drop. Mata sudah sangat sulit dibuka,
tidak bisa bicara, bahkan makanan dan minuman sama sekali sudah tidak bisa
masuk. Setiap kali diberi asupan makanan atau minuman langsung muntah,
seringkali disertai darah. Dengan konsisi tersebut, untuk periksa ke RSCM tidak
mungkin lagi menggunakan sepeda motor dan KRL. Kami, rekan-rekan kerjanya, pun
berinisiatif untuk meminta pihak HRD perusahaan agar dapat membantu
transportasi ke RSCM dan berencana minta pihak RSCM untuk bisa dirawat inap.
Selasa, 31 Mei 2016, AS kembali menjalani rawat
jalan ke RSCM dengan diantar mobil operasional perusahaan dan didampingi salah
seorang rekan kerja serta keluarganya. AS menjalani tes darah pada hari itu.
Akan tetapi, permintaan rawat inap ditolak dan AS pun dibawa kembali ke rumah.
AS saat periksa di RSCM (31 Mei 2016) |
Kamis 2 Juni 2016, kembali diminta datang ke
RSCM ke poli THT. Selain diperiksa, AS juga dipasang selang agar makanan dapat
dimasukkan melalui hidungnya. AS diminta periksa lagi tanggal 8 Juni 2016 ke
poli mata. Masalah timbul karena pihak perusahaan tidak bisa lagi menyediakan
mobil operasional. Setelah negosiasi antara rekan-rekan kerja, pihak HRD, dan
serikat karyawan, diputuskan jalan tengah. Karyawan yang membunyai mobil
diperbolehkan untuk mengantar AS ke RSCM setiap kali harus menjalani rawat
jalan. Biaya bensin, tol, parkir, dan lain-lain diambil dari iuran rekan-rekan
kerja yang lain.
Dengan kondisi yang sudah semakin lemah, AS pun
kembali menjalani rawat jalan dengan bolak-balik Parung Panjang – RSCM.
Rekan-rekan kami yang punya mobil bergantian mengantarnya, yakni pada Rabu, 8 Juni
2016 periksa ke poli mata, kemudian Jumat 10 Juni 2016 ke poli syaraf, dan Selasa,
14 Juni 2016 ke poli gigi dan mulut. Setiap kali periksa, kami selalu minta
dilakukan rawat inap, tetapi selalu ditolak. Begitu pula saat kami minta rumah
singgah agar tidak harus selalu bolak-balik. Alasanya rumah singgah hanya untuk
pasien dari luar Jabodetabek. Konsisi AS saat itu sudah sangat lemah, semangat
hidup sudah semakin berkurang, bahkan harus dibujuk-bujuk terlebih dahulu setiap
kali hendak periksa karena merasa capek harus terus bolak-balik Parung Panjang
– RSCM.
Jumat pagi, 17 Juni 2016, istri AS menghubungi
salah satu rekan kami dan menginformasikan bahwa kondisi AS semakin memburuk,
yakni muntah darah serta keluar darah hitam dari hidungnya. Kami bergegas ke
rumahnya dan membawa AS ke klinik perusahaan dengan mobil. Karena dokter klinik
tidak sanggup untuk melakukan tindakan medis, kami berinisiatif langsung
membawanya ke RSCM dengan ambulance perusahaan. Sebelum berangkat, kami minta
dokter untuk membuat surat rekomendasi rawat inap. AS pun dibawa ke RSCM dengan
didampingi 2 orang rekan kami, istri, serta anggota keluarganya. Kami tiba di Unit
Gawat Darurat (UGD) RSCM sekitar pukul 14.30 dan langsung dilakukan penanganan.
Hanya istrinya yang diperbolehkan masuk mendampingi pasien, sedangkan kami
menunggu di luar sehingga tidak tahu secara detail penanganan yang dilakukan. Menurut
istrinya, tindakan yang dilakukan adalah sedot dahak, sedot darah di hidung,
diberi oksigen, dan diinfus.
Pada pukul 17.00, kami menerima kepastian
informasi bahwa AS akan dirawat inap dan akan dilakukan transfusi darah untuk
memulihkan kondisi. Rekan kami yang mengantar pulang beserta sopir dengan
ambulance perusahaan. Istri dan keluarga AS tinggal untuk mendampinginya.
Sampai pukul 22.00, transfusi darah belum juga dilakukan sedangkan kondisi AS
belum juga membaik. Pihak keluarga pun berinisiatif menanyakan pada perawat dan
dokter jaga. Akan tetapi, jawaban yang diperoleh sungguh tak terduga. Transfusi
darah terhadap AS dibatalkan dengan alasan Hb-nya normal, yakni 13 g/dL tanpa
menunjukkan bukti hasil lab. Pihak keluarga pun pasrah dan hanya berharap
keesokan harinya AS mendapat penanganan yang lebih baik.
Ternyata “kejutan” tak sampai disitu saja. Pada
Sabtu, 18 Juni 2016, pukul 02.00 dinihari, AS disuruh pulang oleh RSCM.
Bayangkan! Diusir dari rumah sakit jam 2 dini hari. Tidak ada kendaraan untuk
pulang dan jarak ke rumah sekitar 50 km. Keluarga pun memohon agar diijinkan
tinggal sampai pagi dan akhirnya diberi kelonggaran sampai pukul 06.00 pagi. AS
dibawa pulang dengan menggunakan taksi. Selama perjalanan pulang, kondisi AS
semakin memburuk. Darah terus keluar dari hidung dan beberapa kali pingsan.
Sejak Sabtu pagi, kami berusaha menghubungi pihak
keluarga untuk mengetahui perkembangan kondisi AS. Akan tetapi, baru sekitar
jam 10.00 pagi dibalas oleh istrinya. Tentu saja kami sangat terkejut
mengetahui AS sudah berada di rumah.
Selepas dzuhur, kami datang ke rumah AS untuk
mengetahui kondisinya. Kondisi tubuhnya sudah sangat lemah. Beberapa kali
pingsan dan tidak ada asupan makanan sama sekali. Kami berusaha membawa AS ke
rumah sakit terdekat, tetapi ditolak mentah-mentah oleh pihak keluarga.
Keluarga sudah putus asa dengan semua penolakan dan pengusiran oleh rumah
sakit. Selain itu, faktor ekonomi juga membuat keluarga pasrah. Kami pun
berusaha keras untuk membujuk dan menyakinkan mereka untuk membawa AS ke rumah
sakit. Kami juga menjanjikan akan menanggung semua biaya rumah sakit sampai
hari Selasa, 21 Juni 2016, yang merupakan jadwal kunjungan AS berikutnya ke
RSCM.
Akhirnya pihak keluarga luluh juga. Saat itu,
waktu sudah menunjukkan pukul 15.00. Kami pun langsung membawa AS ke Klinik
Bunda Mulya yang berjarak kurang lebih 5 km dari rumahnya. Akan tetapi, jalan
yang sedang diperbaiki di sekitar Pasar dan Stasiun Parung Panjang membuat
perjalanan terhambat karena diterapkan sistem buka tutup. Walhasil, kami baru
sampai di Klinik Bunda Mulya sekitar pukul 17.00.
Sesampai di Klinik Bunda Mulya kami kembali
menghadapi cobaan. Pihak klinik menolak merawat AS dengan alasan RSCM saja
tidak mau merawat. Kami menjelaskan bahwa AS dirawat tidak menggunakan
fasilitas BPJS Kesehatan melaiankan dibayar dengan uang pribadi. Sebagai
informasi, Klinik Bunda Mulya merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama
dari BPJS Kesehatan AS. Pihak klinik kembali menolak dengan alasan mereka tidak
mau bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa dengan AS.
Kami dan pihak keluarga semakin putus asa.
Setelah bermusyawarah, kami kembali menemui pihak klinik untuk memohon dengan
sangat agar AS bisa dirawat saat ini. Untuk menyakinkan pihak klinik kami pun
membuat pernyataan sebagai berikut: 1) AS dirawat sebagai pasien umum, bukan
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, 2) perawatan hanya untuk menjaga asupan
makanan melalui infus, bukan untuk proses pengobatan, dan 3) bila terjadi
sesuatu pada AS, kami dan keluarga tidak akan menuntut pihak klinik. Pukul
20.00 lebih, akhirnya AS pun dirawat dan diinfus. Kondisi AS berangsur stabil.
Kami meninggalkan klinik pukul 21.00 dan AS ditunggui oleh istri dan tantenya.
AS saat dirawat di Klinik Bunda Mulia (18 Juni 2016) |
Pukul 23.00, AS tiba-tiba terbangun kemudian
jatuh kembali ke kasur. Istri AS menelepon kami sambil menangis, mengabarkan
bahwa AS telah tiada. Innalilllahi wainnailaihi roji’uun. Kami bergegas kembali
ke klinik untuk membantu mengurus administrasi dan membawa jenazah AS kembali
ke rumah duka. AS dikebumikan dengan tenang pada Minggu, 19 Juni 2016 pada
pukul 11.00.
---***---
Bapak/Ibu yang terhormat. Cerita pilu mengenai
pasien BPJS Kesehatan seakan tiada habisnya. Mulai dari antrean panjang, proses
yang lambat, ditolak rumah sakit, diusir, hingga dokter dan perawat yang tidak
ramah. Cerita-cerita lama terus saja kembali terulang sebagaimana dialami oleh
rekan kami AS, bahkan sampai menjelang nafas terkhirnya. Kami semua sudah
mengikhlaskannya pergi. Kami tidak ingin mengusik istirahatnya yang tenang.
Kami hanya tidak ingin kisah pilu seperti itu terulang kembali. Kami tidak
ingin ada AS-AS lain yang menderita dan meregang nyawa karena penolakan dan
pengusiran oleh rumah sakit.
Bapak/Ibu yang terhormat. Kepada siapakah kami
harus mengadu kalau bukan pada kalian semua. Kami tidak bisa menyalahkan dokter
atau rumah sakit karena mereka pun bekerja dalam keterbatasan dan tekanan
aturan BPJS Kesehatan. Banyak pula dokter yang mengeluh ketika harus menangani
pasien BPJS Kesehatan. Mereka harus sangat menghemat benang jahit, memberi obat
yang paling murah, memakai anestesi seminimal mungkin, membuat diagnosis
secepat-cepatnya (karena banyaknya jumlah pasien dan terbatasnya waktu), dan
sebagainya.
Bapak/Ibu yang terhormat. Mohon maaf kalau kami
terpaksa membuat surat ini karena karena BPJS Kesehatan adalah layanan yang
TIDAK GRATIS. Kami harus membayar iuran tiap bulan untuk mendapatkan fasilitas ini yang seharusnya memang hak kami
secara cuma-cuma. Seperti inikah layanan kesehatan idela yang dijanjikan
pemerintah? Salahkah kami kalau kami menuntut pelayanan yang lebih baik?
Bukankah seharusnya negara berkewajiban menyediakan fasilitas kesehatan buat
seluruh rakyatnya?
Bapak/Ibu yang terhomat. Melalui surat terbuka
ini kami mohon agar Bapak/Ibu segera memperbaiki kualitas layanan BPJS
Kesehatan. Beberapa hal yang menurut kami harus ditingkatkan antara lain:
1) Permudah proses pengurusan BPJS
Kesehatan
2) Percepat proses administrasi online
BPJS Kesehatan (perbaiki sistem online agar tidak lemot)
3) Perbanyak jumlah rumah sakit
rujukan yang bisa melakukan diagnosis sekaligus penanganan
4) Perbanyak jumlah dokter untuk
menangani pasien BPJS Kesehatan untuk mengurangi antrian
5) Perluas cakupan obat yang
ditanggung (banyak obat-obatan pasca-operasi yang tidak ditanggung)
6) Tingkatkan pelayanan dokter dan
perawat di semua rumah sakit rujukan.
7) Perjelas Standard Operating
Procedure (SOP) penanganan pasien BPJS Kesehatan agar pelayanan di semua rumah
sakit rujukan sama.
8) Perluas penggunaan kartu BPJS
Kesehatan, bukan hanya bisa digunakan pada rumah sakit rujukan terdaftar saja,
tetapi bisa ke semua rumah sakit/klinik yang melayani pasien BPJS Kesehatan.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Semoga
Bapak/Ibu yang berwenang berkenan membaca dan mengabulkan permohonan kami.
Tangerang, 10 Juli 2016
UPDATE 13 JULI 2016
Kunjungan BPJS Kesehatan KCU Jakpus dan KCU Tangerang ke Rumah Duka
Alhamdulillah, pada Rabu, 13 Juli 2016 sekitar
pukul 10.00 WIB, 6 orang dari KCU Jakpus dan KCU Tangerang berkunjung ke rumah
almarhum AS. Mereka ditemui oleh istri AS, bapak mertua AS, saya, dan rekan
saya saudara Ahmad Afandi. Pertemuan berlangsung cair dan penuh suasana
kekeluargaan. Pihak BPJS Kesehatan mengklarifikasi semua detail kronologi
proses pemeriksaan AS dari pemeriksaan FKTP sampai ia meninggal dunia. Semua
dituturkan kembali dengan lancar oleh istri almarhum AS. Kami juga sudah
menyerahkan fotokopi berkas-berkas pemeriksaan AS selama menggunakan fasilitas
BPJS Kesehatan.
Pihak BPJS Kesehatan menyesalkan apa yang telah
terjadi pada rekan kami dan berjanji akan melakukan investigasi ke rumah
sakit-rumah sakit yang bersangkutan. Hasil investigasi akan digunakan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di masa mendatang. Pihak BPJS juga
mengungkapkan rasa duka cita serta menyerahkan bingkisan untuk keluarga
almarhum.
Kami mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada jajaran direksi dan juga semua staf yang bersedia berkunjung
ke rumah duka. Besar harapan kami agar BPJS Kesehatan dapat terus meningkatkan
kualitas pelayanannya sehingga tidak ada lagi cerita pilu seperti yang dialami
oleh rekan kami AS. Amiiin.
Kunjungan BPJS Kesehatan ke Rumah Duka (13 Juli 2016) |
|
|
Kunjungan BPJS Kesehatan ke Rumah Duka (13 Juli 2016) |
Ada lagi..harusnya kartu BPJS berlaku diseluruh indonesia donk..
BalasHapusAda lagi..harusnya kartu BPJS berlaku diseluruh indonesia donk..
BalasHapusAda lagi..harusnya kartu BPJS berlaku diseluruh indonesia donk..
BalasHapusSip, ntar ditambahin
Hapuspihak RSCM tidak punya hati nurani..
BalasHapuspasien kritis ko di usir.. jam 2 subuh pula..
Pas kejadian itu tidak ada teman2nya yg nungguin, jadi tidak tahu detail prosesny seperti apa. Hanya istrinya yg tahu detailnya, tp berhubung kondisinya bingung, kalut, capek, dan ngantuk karena beberapa hari tdk tidur dia tdk bisa mengingat detailnya juga.
HapusBPJS oh BPJS....
BalasHapusBPJS oh BPJS....
BalasHapusLalu uangnya kmn...pdhl masyarakat tiap bln byr, aplg yg sehat, byr iya, berobat tdk, jd kan bs jd subsidi silang ...
BalasHapussebenarnya sih sistemnya subsidi silang, yang gk sakit iurannya buat bayar yg sakit, tetapi pelayanan harus lah tetap prima.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSemoga orang2 kecil beri kesehatan terus...amiin..
BalasHapusSemoga orang2 kecil beri kesehatan terus...amiin..
BalasHapusRSCM gimana nih? mungkin karena merasa sebagai institusi "besar', makanya si kecil di lupakan..
BalasHapuskita berharap saja ke depannya ada perbaikan, amiin.
Hapus