Jumat, 03 Juli 2009

Membangun Positive Thinking (2): Balas Dendam yang Efektif

Apakah Anda menaruh dendam pada seseorang? Saya yakin banyak orang yang akan menjawab ‘ya’. Mungkin dendam karena disakiti, dicemooh, ditolak cintanya, sampai dendam karena kalah bersaing dengan seseorang. Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa kita memendam rasa dendam dalam hati kita. Perasaaan dendam tersebut selalu terbawa dalam setiap aktivitas kita. Tanpa kita sadari pula, perasaan dendam tersebut menyedot begitu banyak energi yang kita miliki yang seharusnya dapat kita gunakan untuk hal-hal lain yang lebih produktif. Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana membalas dendam yang efektif, yakni yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain yang kita dendam. Dengan kata lain, tulisan ini mencoba menguraikan cara-cara mengubah energi dendam menjadi energi semangat untuk memperbaiki diri kita sendiri.

Mungkinkah kita bisa mengubah energi dendam? Prinsipnya sederhana, yakni Hukum Termodinamika Pertama atau hukum kekekalan energi (conservation of energy) yang berbunyi “energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, hanya dapat diubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain”. Analogi hukum kekalan energi dapat kita gunakan kehidupan kita. Jadi, hampir mustahil kita menghilangkan energi dendam yang sudah teranjur terkandung dalam diri kita. Kita hanya mungkin mengubah energi dendam yang bersifat negatif menjadi bentuk energi lain yang bersifat positif.

Ide tulisan ini berasal dari pengalaman saya sendiri. Pada saat semester pertama kelas satu Sekolah Menengah Atas (SMA), kepala sekolah saya mengatakan kalimat yang cukup menyakitkan bagi saya. Saya masih ingat betul kata-kata yang diucapkan beliau waktu itu. “Kowe cah ndeso kae iso mlebu sekolah iki?” (Kamu anak desa bisa sekolah di sini?). Walaupun diucapkan dengan agak bercanda, bagi saya kalimat tersebut cukup menyakitkan karena diucapkan di depan kelas. Sebagai catatan, sekolah saya merupakan sekolah favorit di kota saya dan sebagian besar muridnya berasal dari daerah kota. Sangat jarang yang berasal dari desa seperti saya.

Waktu itu, saya sangat marah dan dendam pada kepala sekolah saya. Tetapi, perasaan dendam tersebut hanya dapat saya simpan dalam hati. Untunglah saya mulai menyadari bahwa menyimpan dendam hanya akan membuang-buang energi. Saya berusaha untuk berpikir positif (positive thinking). Saya berusaha untuk mengubah energi dendam dalam diri saya menjadi energi positif yang dapat memperbaiki diri saya. Energi dendam tersebut saya lampiaskan dengan belajar lebih giat dengan harapan saya mampu berprestasi dan membuat kepala sekolah saya kagum. Alhamdulillah, dengan doa dan ikhtiar yang sungguh-sungguh saya berhasil menempati peringkat pertama di kelas pada semester pertama saya sekolah di SMA. Peringkat tersebut dapat saya pertahankan hingga semester terakhir di kelas tiga. Tidak hanya itu, saya berhasil menjuarai berbagai macam kompetisi ilmiah remaja dari tingkat kabupaten hingga nasional. Yang paling membanggakan adalah ketika saya berhsil merebut Juara Pertama Lomba Tangkas Terampil Ekonomi Koperasi 2004 di Jakarta dan meraih Medali Perunggu dalam Olimpiade Sains Nasional bidang Biologi 2004 di Pekanbaru, Riau. Tak kurang dari lima tropi dan satu medali saya persembahkan untuk sekolah selama saya di SMA.

Anda boleh percaya ataupun tidak bahwa setelah saya berhasil mengukir prestasi-prestasi tersebut, rasa kesal dan dendam dalam hati saya hilang sama sekali. Perasaan itu justru berubah menjadi perasaan terima kasih yang tak terkira pada kepala sekolah saya. Apalagi ketika beliau memuji saya saat upacara bendera dan pada saat peringatan Isra’ Mi’raj di sekolah.

Saya tidak bermaksud menyombongkan diri dengan prestasi yang saya raih, tetapi hanya sekedar memberikan contoh nyata bahwa energi dendam dapat diubah menjadi semangat untuk menjadi lebih baik. Bobby DePorter dan Mike Hernacki dalam bukunya, Quantum Learning, menuliskan bahwa anak-anak rata-rata menerima 460 komentar negatif dan 75 komentar positif setiap harinya. Jadi, komentar negatif terhadap mereka enam kali lebih banyak daripada komentar positif. Hal yang sama juga mungkin terjadi pada kita. Komentar-komentar negatif tersebut dapat menumbuhkan dendam dalam diri kita. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk selalu berpikir positif dalam menghadapi komentar-komentar negatif tersebut.

Jadi, mulai saat ini berusahalah untuk menaruh dendam pada orang lain karena hanya membuang energi kita sia-sia. Jika dendam sudah terlanjur merasuki jiwa kita, berusahalah untuk mengubahnya menjadi semangat untuk memperbaiki diri. Bagi Anda, seorang pria yang baru saja ditolak oleh seorang wanita pujaan, tak perlu marah, mengamuk, apalagi sampai bunuh diri. Silakan Anda membalas dendam, tapi dengan cara yang positif. Perbaikilah diri Anda! Mulai sekarang, tanamkanlah keyakinan pada diri Anda bahwa Anda bisa menjadi orang sukses. Jika Anda sudah menjadi orang sukses kelak, misalnya menjadi pengusaha, direktur perusahaan multinasional, politisi terkenal, bahkan menjadi presiden, dendam Anda akan terbalaskan dengan sendirinya. Berikan senyuman kemenangan pada si dia yang dahulu menolak atau menyakiti Anda maka dendam Anda akan terbalaskan secara otomatis dan dengan cara yang sangat manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar